Wednesday, 4 April 2012
Metodologi Sejarah
METODOLOGI SEJARAH Metodologi atau science
of methods adalah ilmu yang membicarakan tentang cara. Dengan demikian
metode sejarah adalah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang
bahan, kritik, interpretasi dan penyajian sejarah. Dalam metodologi
sejarah, disini diuraikan berbagai jenis penulisan sejarah, unit kajian,
permasalahan, teori, konsep dan sumber sejarah. Metode yang dipakai
dalam penelitian sejarah mencakup empat langkah berikut: 1.Heuristik
Heuristik (heureskein dalam bahasa Yunani) adalah upaya mencari atau
menemukan jejak-jejak sejarah (traces). Jejak sejarah sendiri adalah
apa-apa yang ditinggalkan oleh aktivitas manusia (baik aktivitas
politik, ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya) pada masa lampau yang
menunjukkan bahwa benar-benar telah terjadi peristiwa yang dimaksud.
Dengan
demikian upaya pencarian jejak-jejak sejarah berkaitan dengan penemuan
bukti-bukti sejarah. Bukti-bukti tersebut selanjutnya dikelompokkan atau
diklasifikasikan sesuai urutan waktu terjadinya peristiwa, kesamaan
cerita, dan jenis sumbernya. Jadi heuristik adalah upaya mencari sumber
atau bukti sejarah yang terkait dengan masalah atau peristiwa tertentu
yang akan ditulis atau diteliti.
2.Kritik sejarah Setelah jejak
(bukti) atau sumber berhasil ditemukan, langkah selanjutnya adalah
menyeleksi dan menguji jejak-jejak tersebut sebagai upaya untuk
menemukan sumber sejarah yang sebenarnya (yang sesuai dengan yang
diperlukan dan merupakan sumber yang asli atau autentik). Inilah yang
dimaksud dengan kritik sejarah. Proses kritik sejarah itu sendiri
meliputi dua hal. Pertama adalah kritik eksternal dan kedua adalah
kritik internal. a.Kritik eksternal Kritik eksternal ditujukan untuk
menjawab beberapa pertanyaan pokok berikut: •Apakah sumber yang telah
kita peroleh tersebut betul-betul sumber yang kita kehendaki. •Apakah
sumber itu sesuai dengan aslinya atau tiruannya •Apakah sumber tersebut
masih utuh atau telah mengalami perubahan. b.Kritik internal Dilakukan
setelah dilakukan kritik eksternal. Kritik internal ditujukan untuk
menjawab pertanyaan: Apakah kesaksian yang diberikan oleh sumber itu
memang dapat dipercaya. Untuk itu yang harus dilakukan adalah
membandingkan kesaksian antar berbagai sumber (cross examination).
3.Interpretasi
fakta Fakta-fakta sejarah yang berhasil dikumpulkan dan telah menjalani
kritik sejarah perlu dihubung-hubungkan dan dikait-kaitkan antara satu
dengan yang lainnya sedemikian rupa sehingga antara fakta yang satu
dengan yang lainnya kelihatan sebagai suatu rangkaian yang masuk akal,
dalam artian menunjukkan kesesuaian satu sama lainnya. Dengan kata lain,
rangkaian fakta itu harus menunjukkan diri sebagai suatu rangkaian
“bermakna” dari kehidupan masa lalu suatu masyarakat atau bangsa. Untuk
tujuan tersebut (mewujudkan suatu rangkaian peristiwa yang bermakna)
sejarawan atau penulis sejarah perlu memiliki kemampuan untuk melakukan
interpretasi terhadap fakta. Dalam tahap inilah salah satu masalah
krusial dalam historiografi muncul. Ini terkait dengan objektivitas dan
subjektivitas sejarawan. Masalah interpretasi berkaitan erat dengan dua
hal ini.
4.Penulisan atau penyusunan cerita sejarah Apabila
ide-ide yang membangun keterkaitan antar fakta sejarah berhasil
dirumuskan, melalui kegiatan interpretasi, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan penulisan atau penyusunan cerita sejarah. Dalam
metodologi sejarah langkah-langkah ini disebut dengan historiografi. B.
PRINSIP SEBAB AKIBAT DALAM PENELITIAN SEJARAH Dalam ilmu sejarah prinsip
sebab akibat ini disebut dengan istilah determinisme atau historicisme.
Prinsip sebab akibat ini menurut Sartono Kartodirjo (1993)
pengertiannya adalah bahwa suatu peristiwa sejarah hendaknya diterangkan
dengan melihat peristiwa sejarah yang mendahuluinya. Dengan kata lain
semua akibat itu berawal dari adanya sebuah atau beberapa sebab yang
sebelumnya terjadi. Sebagai contohnya dapat dikemukakan tentang
peristiwa pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh
Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di rumah kediaman
pribadi Soekarno. Pertanyaan yang bisa muncul diantaranya adalah:
bagaimana naskah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dirumuskan?
Mengapa naskah proklamasi kemerdekaan itu dibacakan dengan mengambil
tempat di rumah pribadi Soekarno? Dan masih banyak pertanyaan lainnya
yang dapat dikemukakan seputar pembacaan naskah proklamasi itu. Menurut
konsep sebab akibat sejarah bahwa suatu peristiwa sejarah diterangkan
oleh peristiwa sejarah yang mendahuluinya. Dalam hal ini peristiwa
sejarah yang mendahului pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan yang
mengambil tempat di rumah pribadi Ir. Soekarno itu adalah peristiwa yang
terjadi sebelumnya, yaitu perumusan naskah proklamasi yang mengambil
tempat di rumah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Laksamana
Muda Maeda, yang berada di Jl. Imam Bonjol 1 Jakarta. Di rumah Maeda
hadir para anggota PPKI, tokoh-tokoh pemuda seperti Chairul Saleh,
Soekarni, B.M. Diah, Soediro, Sayuti Melik, dan orang-orang Jepang dari
Angkatan Darat, seperti Nishijima, Yoshizumi dan Myoshi. Perumusan
naskah proklamasi kemerdekaan dilakukan oleh Soekarno, Hatta dan Ahmad
Soebardjo, yang disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah dan Soedirio.
Soekarno menuliskan naskah proklamasi itu pada secarik kertas bergaris.
Setelah mendapat kesepakatan bersama, maka naskah proklamasi tulisan
tangan itu dibawa ke ruang tengah rumah Laksamana Muda Maeda. Naskah
proklamasi itu kemudian diperdebatkan untuk mendapatkan kesempurnaan.
Hal ini terbukti dari adanya tiga coretan, yaitu kata “pemindahan”,
“penyerahan” dan “diusahakan”. Disepakati pula yang meandatangani naskah
proklamasi kemerdekaan itu ialah Soekarno dan Hatta. Pengetikan naskah
proklamasi dilakukan oleh Sayuti Melik atas permintaan Soekarni. Sayuti
Melik yang mengetik naskah proklamasi itu mengadakan tiga perubahan
yaitu kata “tempoh” diganti menjadi “tempo”, sedangkan bagian akhir
“wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “atas nama bangsa
Indonesia”. Cara menulis tanggal diubah sedikit menjadi “Djakarta, hari
17 boelan 8 tahoen 05”. Naskah yang sudah diketik itu kemudian ditanda
tangani oleh Soekarno dan Hatta dengan disaksikan oleh semua yang hadir
di rumah Laksamana Muda Maeda. Pembacaan naskah proklamasi itu
disepakati pula akan dilakukan di rumah pribadi Soekarno di Jl.
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi 56) Jakarta, pada jam 10
WIB. Pemilihan tempat itu dengan maksud atau atas dasar pertimbangan
keamanan dan supaya tidak menyinggung perasaan Saiko Sikikan (Panglima
Angkatan darat ke-16 di Jawa) Jenderal Yuichiro Nagano dan Gunseikan
(Kepala Pemerintahan) Jenderal Yamamoto, sebagai penguasa yang
berkewajiban memelihara status quo di seluruh wilayah yang diduduki
dengan melarang semua kegiatan politik sejak tanggal 16 Agustus 1945 jam
12 siang. C. PRINSIP KRONOLOGI DALAM PENELITIAN SEJARAH Pengertian
kronologi disini mengandung dua maksud, yaitu berdasarkan urutan waktu
dan berdasarkan urutan peristiwa atau kejadian. Dalam melakukan
penelitian sejarah, seorang peneliti harus memperhatikan dua kaidah
tersebut. Hal itu disebabkan karena sifat sejarah sendiri yang
diakronik, yaitu memanjang dalam waktu yang berisikan tentang suatu
peristiwa yang ditulis berdasakan proses terjadinya peristiwa tersebut
dari misalnya tahun tertentu sampai tahun tertentu yang lain, baik
dengan pola sebab akibat maupun akibat sebab. Dengan demikian peristiwa
yang ditulis bersifat runtut.
Periodesasi dan Kronologi Sejarah (Sejarah X)
05:55 | Label: Sejarah SMA X
1.periodisasi sejarah
Sejarah
merupakan sebuah proses perjalanan waktu yang sangat luas dan panjang
areanya . dalam rentang waktu itulah sejarah melewati ratusan bahkan
ribuan tahun dengan melibatkan perubahan dalam kehidupan manusia yang
sangat banyak . mengkaji semua peristiwa sejarah yang luas dan panjang
secara rinci sangatlah susah, untuk itulah maka digunakan pemisahan yang
biasanya didasarkan pada momentum tertentu.
Suatu
momentum yang dapat memberikan petunjuk adanya karakteristik dari suatu
kurun waktu yang satu berbeda dengan kurun waktu lainnya . hal itulah
yang dinamakan dengan periodisasi sejarah. Contoh periodisasi sejarah
dalam masyarakat tradisional biasanya di dasarkan pada kurun waktu
kekuasaan raja
Secara umum periodisasi sejarah Indonesia dikelompokan menjadi beberapa jaman yaitu :
-prasejarah (jaman batau dan jaman logam )
-masuk dan berkembangnya pengaruh budaya India
-masuk berkembangnya islam
-jaman colonial
-jaman pendudukan jepang
-revolusi kemerdekaan
-masa orde lama
-masa orde baru
-masa reformasi
Tujuan
di buatnya periodisasi bukan berarti memutuskan peristiwa yang satu
dengan yang lainnya , karena dalam sejarah aspek kesinambungan dan
kontinuitas merupakan suatu hal yang pokok
2.kronologi sejarah
Tujuan
dibuatnya kronologi dalam sejarah adalah agar penyusunan berbagai
peristiwa sejarah dalam periodisasi tertentu tidak tumpangtindih atau
rancu dengan metode lainnya . kronologi sejarah berarti sesuai dengan
urutan waktu kejadian dari peristiwa sejarah tersebut , sehingga tidak
berlangsung secara loncat-loncat . walaupun demikian susunan kejadian
berdasarkan urutan waktu tersebut harus tetap berkisinambungan dan
menunnjukan kuasalitas (sebab-akibat) . penyusunan peristiwa berdasarkan
urutan waktu tanpa adanya hubungan sebab akibat dinamakan kronik ,
bukan sebagai sejarah.
Pengertian Sejarah
Sejarah, dalam bahasa
Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar
terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang
memerintah).
Umumnya sejarah atau ilmu sejarah diartikan sebagai
informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sebagai cabang ilmu
pengetahuan, mempelajari sejarah berarti mempelajari dan menerjemahkan
informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang perorang,
keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi:
pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan
akan cara berpikir secara historis.
Dahulu, pembelajaran
mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari Ilmu budaya
(Humaniora). Akan tetapi, di saat sekarang ini, Sejarah lebih sering
dikategorikan sebagai Ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan
sejarah secara kronologis.
Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian
yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Sejarah dibagi ke
dalam beberapa sub dan bagian khusus lainnya seperti kronologi,
historiograf, genealogi, paleografi, dan kliometrik. Orang yang
mengkhususkan diri mempelajari sejarah disebut sejarawan.
Ilmu sejarah juga disebut sebagai Ilmu tarikh atau Ilmu babad.
Karena
lingkup sejarah sangat besar, perlu klasifikasi yang baik untuk
memudahkan penelitian. Bila beberapa penulis, seperti H. G. Wells, Will
dan Ariel Durant, menulis sejarah dalam lingkup umum, kebanyakan ahli
sejarah memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah informasi sejarah, misalnya:
Berdasarkan kurun waktu (kronologis)
Berdasarkan wilayah (geografis)
Berdasarkan negara (nasional)
Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis)
Berdasarkan topik/pokok bahasan (topikal)
Banyak
orang yang mengkritik Ilmu Sejarah. Menurut mereka sejarah sering kali
terlalu terpaku pada kejadian-kejadian politik, konflik bersenjata, dan
orang-orang terkenal. Sejarah, menurut mereka, kurang memperhatikan
perubahan penting dalam hal pemikiran manusia, teknologi, serta
kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat — hal-hal yang sangat penting
untuk diketahui pula. Akan tetapi, perkembangan Ilmu Sejarah sekarang
ini semakin berusaha untuk memperbaikinya.
Ahli sejarah mendapatkan
informasi mengenai masa lampau dari berbagai sumber, seperti catatan
yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda bersejarah lainnya,
bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang sering disebut sebagai
“sejarah penceritaan”, atau oral history dalam bahasa Inggris). Untuk
sejarah moderen, sumber-sumber utama informasi sejarah adalah: foto,
gambar bergerak (misalnya: film layar lebar), audio, dan rekaman video.
Tidak semua sumber-sumber ini dapat digunakan untuk penelitian sejarah,
karena tergantung pada periodeyang hendak diteliti atau dipelajari.
Penelitian sejarah juga bergantung pada historiografi, atau cara pandang
sejarah, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Ada banyak alasan
mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan sejarah, termasuk: alasan
administratif (misalnya: keperluan sensus, catatan pajak, dan catatan
perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian atau kritik pada
pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting), alasan keagamaan,
kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade), catatan
keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya surat-menyurat), dan
hiburan.
Dulu, penelitian tentang sejarah terbatas pada penelitian
atas catatan tertulis atau sejarah yang diceritakan. Akan tetapi,
seiring dengan peningkatan jumlah akademik profesional serta pembentukan
cabang ilmu pengetahuan yang baru sekitar abad ke-19 dan 20, terdapat
pula informasi sejarah baru. Arkeologi, antropologi, dan cabang-cabang
ilmu sosial lainnya terus memberikan informasi yang baru, serta
menawarkan teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak ahli sejarah
yang bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini termasuk dalam
ilmu sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak semata-mata atas
catatan tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu prasejarah, dikemukakan.
Istilah “pra-sejarah” digunakan untuk mengelompokkan cabang ilmu
pengetahuan yang meneliti periode sebelum ditemukannya catatan sejarah
tertulis.
Pada abad ke-20, pemisahan antara sejarah dan pra-sejarah
mempersulit penelitian. Ahli sejarah waktu itu mencoba meneliti lebih
dar sekadar narasi sejarah politik yang biasa mereka gunakan. Mereka
mencoba meneliti menggunakan pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah
ekonomi, sosial, dan budaya. Semuanya membutuhkan bermacam-macam
sumber. Di samping itu, ahli pra-sejarah seperti Vere Gordon Childe
menggunakan arkeologi untuk menjelaskan banyak kejadian-kejadian penting
di tempat-tempat yang biasanya termasuk dalam lingkup sejarah (dan
bukan pra-sejarah murni). Pemisahan seperti ini juga dikritik karena
mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang ditemukan di Afrika
Sub-Sahara dan di Amerika sebelum kedatangan Columbus.
Akhirnya,
secara perlahan-lahan selama beberapa dekade belakangan ini, pemisahan
antara sejarah dan prasejarah sebagian besar telah dihilangkan.
Sekarang,
tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah dimulai. Secara umum sejarah
diketahui sebagai ilmu yang mempelajari apa saja yang diketahui tentang
masa lalu umat manusia (walau sudah hampir tidak ada pemisahan antara
sejarah dan pra-sejarah, ada bidang ilmu pengetahuan baru yang dikenal
dengan Sejarah Besar). Kini sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan
untuk mengetahui tentang sesuatu yang terjadi di masa lampau (misalnya:
sejarah penceritaan, linguistik, genetika, dan lain-lain), diterima
sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli sejarah.
Kata “sejarah”
secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun) yang artinya
pohon. Dalam bahasa Arab sendiri sejarah disebut تاريخ (tarikh). Kata
“tarikh” dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah “waktu”.
Historiografi
adalah adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi sejarah
berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat. Walau tentunya terdapat
beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam semua penelitian
yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di antaranya adalah
subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari sudut pandang
ideologis, misalnya: historiografi Marxisme.
Ada pula satu bentuk
pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal dengan
sebutan “sejarah virtual” atau “sejarah kontra-faktual” (yaitu: cerita
sejarah yang berlawanan — atau kontra — dengan fakta yang ada). Ada
beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara ini untuk mempelajari dan
menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila suatu kejadian
tidak berlangsung atau malah sebaliknya berlangsung. Hal ini mirip
dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
Ahli-ahli sejarah
terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain:
Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M.
Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah
mulai meninggalkan narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan
memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih realistik.
Ahli
sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif. Metode
ini menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri
kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika,
terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil,
berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku,
ras, serta kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.
Dalam
beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras
mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah.
Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan
subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang
berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan Sejarah), Richard
J. Evans, seorang profesor bidang sejarah moderen dari Univeritas
Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk
masyarakat.
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat
menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat
penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para
pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk
pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia
sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang
mempengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban.
Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik,
pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi
yang bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling
terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah
ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya:
“Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya.”
Filsuf
dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam
pemikirannya tentang sejarah: “Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan
pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun
dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya.” Kalimat ini
diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill,
katanya: “Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa
kita tidak benar-benar belajar darinya.”
Winston Churchill, yang juga
mantan jurnalis dan seorang penulis memoar yang berpengaruh, pernah
pula berkata “Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya.”
Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk pada karya tulisnya,
tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang
terkenal: “Sejarah ditulis oleh sang pemenang.” Maksudnya, seringkali
pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari
taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan jejak
sejarah — dan pemelesetan fakta sejarah — sesuai dengan apa yang mereka
rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan
sejarah sangatlah besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha
manusia. Atau, walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya
sejarah, orang-orang yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh
masalahnya sendiri sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih
ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah
berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini, ada
banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian sejarah;
tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi. Maka,
pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa lampau
tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian di masa sekarang.
Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya
benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil dari
setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat dengan
seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat menjadi
pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana alam
dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian bencana
alam memang, dengan sendirinya, unik.
Label: MATERI KELAS X