Wednesday, 4 April 2012
Lembaga Peradilan
Salah satu unsur yang menentukan dalam
penegakan hukum (law enforcement) adalah institusi pengadilan. Karena
selain sebagai penentu akhir terhadap setiap konflik hukum (perkara),
institusi pengadilan juga memiliki kewenangan dalam memutus sengketa
yang belum ada undang-undang yang mengaturnya (yurisprudensi). Berikut
ini adalah lembaga peradilan yang ada di Indonesia.
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah
Konstitusi adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Sesuai
dengan UUD 1945 (Perubahan Ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia
dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Kewajiban dan wewenang
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan Wewenang Mahkamah Konstitusi adalah:
*
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
* Wajib memberi putusan
atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Ketua Mahkamah Konstitusi
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun.
Hakim Konstitusi
Mahkamah
Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden.
Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3
orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden. Masa
jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk
1 kali masa jabatan berikutnya.
Sejarah
Sejarah berdirinya
lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945
dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9
November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam
rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan
Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur
dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR
dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang
Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan
Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh
Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003,
Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana
Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Mahkamah Agung
Mahkamah
AgungMahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung
membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara.
* Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan
oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan
Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
*
Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama,
pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama dan pada
tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
* Peradilan Militer pada
tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding
dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi
dilakukan oleh Mahkamah Agung
* Peradilan Tata Usaha negara pada
tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha negara, pada
tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan
pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
Kewajiban dan wewenang
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
*
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
* Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
* Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi
Ketua
Mahkamah
Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari
dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Hakim Agung dipilih
dari hakim karier dan Non karier, profesional atau akademisi
Pada
Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim
agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan
sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.
Calon hakim
agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung
oleh Presiden.
Tugas Hakim Agung adalah Mengadili dan memutus perkara pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Pengadilan Militer
Peradilan
militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan
bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan
kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.
Badan
yang termasuk ke dalam ruang lingkup peradilan militer adalah adalah
badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi,
Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Pengadilan
di lingkungan Peradilan Militer adalah Pengadilan Militer sebagai
Pengadilan Tingkat Pertama. Klasifikasi Pengadilan di lingkungan
Peradilan Militer ditetapkan berdasarkan :
a. Pengadilan Militer kelas A berkedudukan di kota tempat Komando Daerah Militer (Kodam) berada.
b. Pengadilan Militer kelas B berkedudukan di kota tempat Komando Resort Militer (Korem) berada.
Oditurat
merupakan badan pelaksana kekuasaan pemerintahan negara di bidang
penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata berdasarkan
pelimpahan dari Panglima,yang hampir sama tugas dan fungsinya dengan
lembaga kejaksaan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan
Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana
dimaksud berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara
Tertinggi.
Pengadilan Militer bersidang untuk memeriksa dan
memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim
Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 (satu) orang
Oditur Militer dan dibantu 1 (satu) orang Panitera.
Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan
Militer Tinggi merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah
Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah
prajurit yang berpangkat Mayor ke atas.
Selain itu, Pengadilan
Militer Tinggi juga memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara
pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya
yang dimintakan banding.
Pengadilan Militer Tinggi juga dapat
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.
Pengadilan
Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana
pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang
Hakim Anggota yang dihadiri 1 (satu) orang Oditur Militer Tinggi dan
dibantu 1 (satu) orang Panitera.
Pengadilan Militer Utama
Pengadilan
Militer Utama merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah
Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha
Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh
Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.
Selain itu,
Pengadilan Militer Utama juga dapat memutus pada tingkat pertama dan
terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili antar Pengadilan
Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang
berlainan, antar Pengadilan Militer Tinggi, dan antara Pengadilan
Militer Tinggi dengan Pengadilan Militer.
Kedudukan
Pengadilan
Militer Utama berada di ibu kota negara yang daerah hukumnya meliputi
seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Pengadilan Militer Utama
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan di semua
lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan
Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing.
Susunan Persidangan
Dalam
persidangannya, Pengadilan Militer Utama dipimpin 1 orang Hakim Ketua
dengan pangkat minimal Brigadir Jenderal atau Laksamana Pertama atau
Marsekal Pertama, kemudian 2 orang Hakim Anggota dengan pangkat paling
rendah adalah Kolonel yang dibantu 1 orang Panitera (minimal berpangkat
Mayor dan maksimal Kolonel).
Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan
Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di
ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama,
Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha
Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi
wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara
terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTTUN) merupakan sebuah
lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk
memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.
Selain
itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang
untuk memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah
hukumnya.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk melalui
Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN
dan Wakil Ketua PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris
Pengadilan Agama
Pengadilan
Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau
kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama
memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
* perkawinan
* warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
* wakaf dan shadaqah
* ekonomi syari'ah
Pengadilan
Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi
wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari
Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita.
Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan
Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan
Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang
untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam
tingkat banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga
bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pengadilan
Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum
meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari
Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan
Sekretaris
Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri (biasa
disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Daerah hukum Pengadilan Negeri meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan
Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN),
Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita.
Pengadilan Negeri di masa kolonial Hindia Belanda disebut landraad.
Pengadilan Tinggi
Pengadilan
Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum
yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat
Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.
Pengadilan
Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai
sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
hukumnya.
Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan
Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan
Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua
PT), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
Kekuasaan
Kehakiman, dalam konteks negara Republik Indonesia, adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang
Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam
pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut
ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
*
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
* Mahkamah Konstitusi
Selain
itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan Peradilan
Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama)
dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang kewenangannya menyangkut
kewenangan peradilan umum).
Disamping perubahan mengenai
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD 1945 juga mengintroduksi suatu
lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku hakim
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Perubahan UUD
1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan
kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif
mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai
badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas
penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang
sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
Pengalihan Badan Peradilan
Konsekuensi
dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi,
dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya,
pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen
Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun
saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung:
*
Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung
sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan
finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama,
Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan
dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi,
dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan
Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004
dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh
prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup
peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung,
meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan
oleh Mabes TNI.
Pengertian Fungsi Dan Tujuan Negara
Pengertian Negera Kesatuan Republik Indonesia.
Keberadaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui
peristiwa proklamasi tersebut bangsa
Indonesia berhasil
mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain)
bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Apabila ditnjau dari sudut hukum tata negara,
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus
1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan
Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya
negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah
melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa pemerintah yang
berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI
disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah
menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara.
Para pendiri
bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan
karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa
Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham
negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala
paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan
semangat kebangsaan (nasionlisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosil.
Pengertian Tujuan dan Fungsi Negara Secara Universal
Antara
tujuan dan fungsi negara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Namun demikian keduanya memiliki arti yang berbeda yaitu
:No. Tujuan Fungsi
1.
2.
3. Berisi sasaran–sasaran yang
hendak dicapai yang telah ditetapkan. Menunjukkan dunia cita yakni
suasana ideal yang harus dijelmakan/diwujud kan.
Besifat abstrak –
ideal. Mencerminkan suasana gerak, aktivitas nyata dalam mencapai
sasaran. Merupakan pelaksanaan atau penafsiran dari tujuan yang hendak
dicapai.
Bersifat riil dan konkrit.
Apabila kita hubungkan dengan negara, maka :
Tujuan menunjukkan apa yang secara ideal hendak dicapai oleh suatu negara, sedangkan
Fungsi adalah pelaksanaan cita–cita itu dalam kenyataan.
Tujuan Negara
Rumusan tujuan sangat penting bagi suatu negara yaitu sebagai pedoman :
Penyusunan negara dan pengendalian alat perlengkapan negara.
Pengatur kehidupan rakyatnya.
Pengarah segala aktivitas–aktivitas negara.
Setiap
negara pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan
Undang–Undang Dasarnya. Tujuan masing–masing negara sangat dipengaruhi
oleh tata nilai sosial, kondisi geografis, sejarah pembentukannya serta
pengaruh politik dari penguasa negara. Secara umum negara mempunyai
tujuan antara lain sebagai berikut :
Memperluas kekuasaan semata
Menyelenggarakan ketertiban umum
Mencapai kesejahteraan umum
Fungsi Negara
Secara
umum terlepas dari ideologi yang dianutnya, setiap negara
menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak harus ada. Fungsi
tersebut adalah sebagai berikut :
Melaksanakan penertiban (Law and
order) : untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan–bentrokan
dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dalam
fungsi ini negara dapat dikatakan sebagai stabilisator.
Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Pertahanan
: fungsi ini sangat diperlukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan
negara dan mengantisipasi kemungkinan adanya serangan yang dapat
mengancam kelangsungan hidup bangsa (negara). Untuk itu negara
dilengkapi dengan alat pertahanan.
Menegakkan keadilan : fungsi ini dilaksanakan melalui lembaga peradilan.
Keseluruhan
fungsi negara tersebut di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Fungsi negara dapat juga
diartikan sebagai tugas organisasi negara. Secara umum tugas negara
meliputi :
Tugas Essensial adalah mempertahankan negara sebagai
organisasi politik yang berdaulat, meliputi : (a). Tugas internal negara
yaitu memelihara ketertiban, ketentraman, keamanan, perdamaian dalam
negara serta melindungi hak setiap orang; dan (b). Tugas eksternal yaitu
mempertahankan kemerdekaan/kedaulatan negara.
Tugas Fakultatif adalah menyelenggarakan dan memperbesar kesejahteraan umum.
Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan negara :
Plato : tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia.
Roger H Soltau : tujuan negara adalah mengusahakan agar rakyat berkembang serta mengembangkan daya cipta sebebas mungkin.
John Locke : tujuan negara adalah menjamin suasana hukum individu secara alamiah atau menjamin hak–hak dasar setiap individu.
Harold J Laski : tujuan negara adalah menciptakan keadaan agar rakyat dapat memenuhi keinginannya secara maximal.
Montesquieu : tujuan negara adalah melindungi diri manusia sehingga dapat tercipta kehidupan yang aman, tentram dan bahagia.
Aristoteles : tujuan negara adalah menjamin kebaikan hidup warga negaranya.
Teori – teori tentang tujuan negara :
1. Teori Kekuasaan Negara.
a). Shang Yang.
Menurt
Shang Yang ( Lord Shang ) dalam bukunya “ A classic of the Chinnese of
Law”, yang menjadi tujuan negara adalah menciptakan kekuasaan yang
sebesar–besarnya bagi negara dan tujuan itu dapat dicapai dengan cara
menyiapkan militer yang kuat, berdisiplin dan siap sedia menghadapi
segala kemungkinan. Di dalam negara terdapat dua subjek yang selalu
berhadapan dan bertentangan yaitu Pemerintah dan Rakyat, apabila yang
satu kuat yang lainnya lemah. Dan sebaiknya Pemrintahlah yang lebih kuat
dari rakyat agar tidak terjadi kekacauan dan anarkhis, oleh sebab itu
Pemerintah harus berusaha lebih kuat dari rakyat. Agar negara menjadi
kuat maka rakyat harus dilemahkan dengan cara diperbodoh dan
dimiskinkan. Negara akan mengalami keruntuhan dan raja tidak dapat
menggerakkan rakyat untuk berjuang apabila di dalam negara terdapat
sepuluh hal yang jahat (ten evils) seperti : Adat, Musik, Nyanyian,
Riwayat, Kebaikan, Kesusilaan, Kejujuran, Sofisme, Hormat pada orang
tua, dan Kewajiban persaudaraan. Oleh sebab itu kebudayaan rakyat harus
dikorbankan demi kepentingan negara.
b). Niccolo Machiavelli.
Dalam
bukunya yang berjudul “Il Princepe”, Machiavelli menyatakan bahwa
negara adalah organisasi kekuasaan saja dan pemerintah sebagai teknik
memupuk dan menggunakan kekuasaan. Tujuan negara adalah menciptakan
kekuasaan belaka dan kekuasaan itu hanyalah alat belaka untuk mencapai
kebesaran dan kehormatan bangsa yang merupakan tujuan negara yang
sebenarnya. Untuk mewujudkan tujuan yang mulia itu, Pemerintah (raja)
dalam berindak harus tampil cerdik seperti kancil, ganas, keras, berani
seperti singa dan tidak perlu mengindahkan etika, moral, kesusilaan
maupun agama dan bila perlu bersikap licik.
Apabila kita bandingkan tujuan negara menurut pendapat Machiavelli dengan Shang Yang terdapat persamaan dan perbedaannnya.
Persamaannya :
Dilatarbelakangi keadaan yang sama yaitu negara dilanda kekacauan.
Tujuan negara adalah untuk menghimpun kekuasaan.
Berorientasi untuk kepentingan negara.
Perbedaannya : No Machiavelli Shang Yang
1.
2.
Kekuasaan itu sebagai alat untuk mencapai kebesaran dan kehormatan
bangsa. Untuk mecapai tujuan raja dalam bertindak tidak perlu
mengindahkan moral, etika, kesusilaan dan agama, bila perlu bersikap
licik. Hanya menghimpun dan memperbesar kekuasaan semata. Untuk mencapai
tujuan dengan cara membentuk tentara yang kuat, berdisiplin dan siap
setiap saat menghadapi berbagai ancaman.
2. Teori Perdamaian dunia
Menurut
Dante Alleghiere dalam bukunya “Die Monarchia” menyatakan bahwa tujuan
negara adalah menciptakan perdamaian dunia dengan jalan menciptakan :
Undang–Undang yang seragam bagi seluruh manusia.
Imperium
dunia (semua negara harus melebur menjadi satu negara) di bawah
kekuasaan seorang Raja (Monarch), sebab selama di dunia masih ada
berbagai negara merdeka maka perdamaian dan ketentraman tidak akan
terwujud.
3. Teori Jaminan ata hak dan kebebasan
a). Immanuel Kant :
Dalam
teori negara hukum yang diajarkan, Kant menyatakn bahwa tujuan negara
menjamin dan melindungi hak dan kebebasan warga negaranya dengan jalan
memelihara ketertiban hukum dan diadakan pemisahan kekuasaan yang
meliputi kekuasaan pembuat, pelaksana dan pengawas hukum (potestas
legislatora, rectoria et judicaria).
b). Hugo Krabbe :
Tujuan
negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum berdasar dan berpedoman
pada hukum agar hak rakyat dapat dijamin sepenuhnya.
4. Teori Welfare State (Negara kesejahteraan)
Tujuan
negara adalah bukan sekedar memelihara ketertiban hukum saja tetapi
juga secara aktif mengupayakan kesejahteraan warga negaranya. Teori ini
dikemukakan oleh Kranenburg dan Utrecht.
5. Tujuan negara menurut paham sosialis
Memberikan
kebahagiaan yang sebesar–besarnya dan merata bagi setiap orang.
Kebahagian akan terwujud jika setiap manusia mempunyai pekerjaan dan
penghasilan yang layak untuk kehidupannya dan dijaminnya hak–hak mereka
yang semuanya harus diatur dalam undang–undang. Keadilan sosial dapat
tercapai dengan jalan mengembangkan perekonomian kekeluargaan dibawah
pimpinan negara. Tokoh penganjurnya adalah Karl Marx, Louis Blanc
6. Tujuan negara menurut paham Kapitalis
Tujuan
negara adalah mewujudkan kesejahteraan/kebahagiaan semua orang dengan
cara setiap orang diberi kebebasan berkompetisi dalam usaha mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaannya secara perseorangan. Dengan demikian
kesejahteraan /kebahagiaan akan terwujud dengan kemerdekaan dan
kebebasan individu. Penganut teori ini adalah Adam Smith, Jeremy Bentham
dan Herbert Spencer.
7. Teori Facisme
Tujuan negara adalah imperium dunia yaitu mempersatukan semua bangsa di dunia menjadi satu tenaga atau kekuatan bersama.
Beberapa teori dan pendapat tentang fungsi negara :
Individualisme/ Liberalisme : menjaga keamanan dan ketertiban agar hak dan kebebasan individu terjamin.
Negara hukum murni : menjaga dan menciptakan keamanan dan ketertiban.
Welfare state : tidak hanya menciptakan ketertiban saja tetapi secara aktif mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Komunisme : mebagai alat penindas/pemaksa dari kelas ekonomi yang kuat terhadap kelas lainnya yang lebih lemah.
Anarkhisme
: mewujudkan masyarakat yang bebas tanpa organisasi paksaan. Kaum
anarkhis tidak memerlukan negara dan pemerintah, sehingga fungsi negara
dan pemerintah dilaksanakan oleh kelompok yang dibentuk secara sukarela
tanpa alat paksaan, polisi, hukum serta pengadilan.
Charles E Merriam : ada 5 yaitu keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum dan kebebasan.
John
Locke : (a). fungsi legeslatif (membuat undang-undang); (b). fungsi
eksekuitf (melaksanakan undang-undang); dan (c). fungsi federatif
(melaksanakan hubungan luar negeri).
Montesquieu : fungsi legeslatif, eksekutif dan yudikatif (mengawasi pelaksanaan undang-undang atau mengadili).
Van
Vollenhoven : (a) regeling (membuat peraturan); (b). bestuur
(menjalankan pemerintahan); (c). rechtspraak (mengadili); dan (d).
politie (ketertiban dan keamanan).
Dr. Stellinga : ada 5 fungsi yaitu
legeslatif, eksekutif, yudikatif, polisi dan kejaksaan (penuntut umum
terhadap pelanggar hukum)
Moh. Kusnardi, SH : (a). melaksanakan ketertiban (law and order); dan (b). mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Goodnow
: (a). policy making yaitu membuat kebijakan negara; dan (b). policy
executing yaitu melaksanakan kebijakan yang sudah ditentukan.
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945
Tujuan
negara kesatuan Republik Indonesia dirumuskan dalam sidang periode II
BPUPKI (10 – 16 Juli 1945) dan tujuan tersebut disyahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang meluputi :
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
memajukan kesejahteraan umum
mencerdaskan kehidupan bangsa
ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Sistem Politik & Pemerintahan Di Indonesia
Materi Sistem
Politik dan Pemerintahan Indonesia yang merupakan Modul 2 dari
pelaksanaan Simpul Demokrasi menjadi agenda pelaksanaan Sekolah
Demokrasi V Detail materi yang dilaksanakan selama pelaksanaan 2 hari
sekolah demokrasi tersebut, meliputi: Sistem Politik, Kepartaian dan
Pemilu di Indonesia yang disampaikan oleh penulis modul langsung Prof.
DR. Ichlasul Amal, “Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan dalam
Demokrasi” yang disampaikan oleh Drs. Luqman Hakim, M.Sc dan
“Desentraliasi Sistem Pemerintahan” oleh DR. Mas’ud Said. Sedangkan
materi tentang “Klasifikasi Struktur Organisasi Negara” disampaikan
melalui metode diskusi kelompok yang dipandu oleh Fasilitator. Begitu
pula dengan materi “Pemberdayaan DPR dalam Demokrasi” dilakukan dengan
bermain peran dan diskusi kelompok.
Kegiatan dimulai pada 27 Mei
2006, Kegiatan ini dihadiri oleh 20 orang peserta dari 25 orang peserta
simpul demokrasi, yaitu; Ainul Yaqin, Any Rufaidah, Ari Wahyu Astuti,
Azizah Hefni, Eko Budi Prasetyo, H. M. Taqrib, Hasan Abadi, Henry Wira
Novianto, Isnaini Rahayu, Khofidah, M. Wahyu Trihariadi, Samsul Arifin,
Syahrotsa Rahmania, Zany Pria Romadudin, Andry Dewanto, Hikmah Bafaqih,
M. Najib Ghoni, M. Nor Muhlas, Dewi Masita, dan M. Munir Aly. Peserta
tetap yang tidak hadir adalah 5 orang adalah Daniel E. Molindo, Imron
Rosyadi, M. Munir, Siyadi (Izin tidak hadir), dan Gunawan (izin tidak
hadir karena ada pelatihan di Jakarta). Peserta tidak tetap 3 orang yang
hadir diantaranya; Setyo Wahyudi, Marsudi, Anis Wahyu Harnanik.
Kegiatan ini diawali dengan kegiatan pembinaan suasana dengan ice
breaking yang dipandu oleh fasilitator. Ice breaking yang dilakukan
adalah dengan menebak identitas teman sesama peserta.
Fasilitator
membagikan form kepada masing-masing peserta yang berisi pertanyaan
yang terkait dengan data diri peserta, yang meliputi umur, hoby, yang
disukai, yang tidak disukai dan sebagainya. Setelah peserta mengisi form
tersebut, kemudian fasilitator mengumpulkan dan membagikan kembali
secara acak kepada masing-masing peserta, lalu fasilitator meminta
setiap peserta secara bergiliran untuk membaca form isian yang
diterimanya dan menebak identitas siapakah yang tertulis dalam form yang
diterimanya. Game ini dilaksanakan bertujuan untuk lebih mempererat
ikatan antar peserta dengan lebih mengenal karakter masing-masing
peserta di samping bertujuan untuk mencairkan suasana sebelum masuk pada
materi inti.
Diskusi kelompok tentang prawacana tentang materi
tentang sistem politik dan pemerintah (hal 6 dan hal 11 modul) yang
dibahas oleh kelompok 1 dan materi tentang Klasifikasi Struktur
Organisasi Negara dan Pemerintahan (hal 42 dan 45 modul) dibahas oleh
kelompok 2. Setelah dilakukan diskusi kelompok dilakukan diskusi kelas
yang dipandu oleh fasilitator dengan cara masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Kelompok satu menyampaikan
bahwa permasalahan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tidak
berjalannya fungsi-fungsi Negara yang banyak diperankankan oleh
eksekutif bersama legislative, dalam konteks perumusan kebijakan public
actor yang paling banyak berperan justru invisible hand yaitu kelompok
pemilik modal. Struktur partai politik yang lebih didominasi oleh DPP
seringkali memasung otonomi yang dimiliki oleh struktur partai yang ada
di daerah. Dicontohkan dalam hal ini oleh kelompok satu adalah pada saat
penetapan calon Kepala Daerah. Kelompok dua mencoba menguraikan
beberapa kalsifikasi terhadap bentuk Negara dan bentuk pemerintahan.
Inti kesimpulan dari apa yang disampaikan oleh kelompok dua adalah
apapun bentuk Negara maupun pemerintahan, yang penting bagi rakyat
adalah kesejahteraan. Peserta dari kegiatan ini sangat aktif dan respon
terhadap materi Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia, karena materi
ini sesuai dengan perpolitikan, kepartaian, dan sistem pemerintahan
Indonesia. Selain itu, mayoritas peserta Sekolah Demokrasi ini adalah
pelaku aktor dari berbagai organisasi politik dan kemasyarakatan,
sehingga bisa dikatakan tepat.
Sesi materi tentang Sistem Kepartaian
dan Pemilu disampaikan oleh Prof. Ichlasul Amal yang lebih banyak
bercerita tentang kondisi empiris bagaimana implementasi sistem
kepartaian Indonesia mulai sejak zaman Orde Baru dan pasca orde baru
dengan sistem multi partai. Narasumber juga banyak memberikan
perbandingan dengan sistem kepartaian di beberapa Negara seperti Jerman,
Amerika dan Australia termasuk Sistem Pemilunya. Forum berlangsung
secara dinamis dan interaktif. Beberapa pertanyaan kritis yang
disampaikan peserta antara lain adalah sebagai berikut: terkait dengan
sistem distrik dan proporsional kelebihan dan kelemahan, ada beberapa
peserta yang memberikan ilustrasi kasus-kasus Pemilu 2004 terkait dengan
keberadaan sistem distrik dan proporsional yang dilaksanakan setengah2
di Indonesia.; Tentang hak recall juga sempat menjadi perdebatan serius
dalam forum tersebut, di mana disampaikan bahwa mestinya yang berhak
merecall anggota DPR/D adalah konstituennya dan justru bukan DPP serta
kejelasan ketentuan tentang recalling agar partai tidak seenaknya
merecall anggota DPR/D; Peserta ada juga yang memberikan refleksi proses
pemilu dan implementasi sistem kepartaian di Indonesia, lalu muncul
pertanyaan dari berbagai sistem kepartaian dan pemilu manakah yang
paling ideal?
Materi tentang bentuk Negara dan pemerintahan
disampaikan oleh Drs. Luqman Hakim, M.Sc, yang lebih banyak bicara
tentang Teori Demokrasi dari masa-kemasa. Narasumber juga memberikan
gambaran tentang berbagai warna dan bentuk demokrasi di berbagai Negara
barat seperti Inggris, Perancis dan Amerika. Wacana yang berkembang
dikalangan peserta tentang Demokrasi Pancasila serta sistem demokrasi
apa yang paling ideal untuk diterapkan di Indonesia. Namun dari
keseluruhan wacana yang berkembang selama materi ini lebih banyak
mengupas pada konsepsi dasar dari prinsip-prinsip demokrasi, yang
meliputi: bentuk pemerintahan banyak orang, kesatuan tiga nilai:
Kemerdekaan persamaan dan persaudaraan, kompromi dan persuasi serta
legitimasi berdasarkan dukungan oleh masyarakat luas.
Materi
Pemberdayaan DPR dalam Demokratisasi difasilitasi dalam bentuk bermain
peran, dimaana peserta mensimulassikan proses pemilu dan bagaimana
membangun komunikasi politik dengan konstituen. Setelah terpilih anggota
legislative, maka disodorkan sebuah kasus kepada peserta tentang pro
dan kontra revisi UU Ketenagakerjaan, dimana peserta dibagi menjadi
kelompok yang mewakili buruh dan pengusaha. Menyikapi kondisi tersebut,
anggota legislatif terpilih diminta untuk menyikapi dengan menggali
aspirasi dan serta mengambil keputusan apakah menerima atau menolak
rencana revisi UU Ketenagakerjaan tersebut. Pembelajaran yang diperoleh
dari proses permainan peran tersebut menggambarkan realitas kondisi
parlemen di Indonesia. Pasca permainan peran diberikan pencerahan serta
refleksi tentang kondisi parlemen saat ini.
Hari ditutup dengan
refleksi dan evaluasi terkait perjalanan program simpul demokrasi di
Kabupaten Malang yang dilakukan oleh semua peserta. Hasil evaluasi
meliputi bagimana dengan tingkat partisipasi, peserta yang hadir
memiliki komitmen bahwa keberadaan program ini sangat dibutuhkan oleh
peserta. Kalaupun ada beberapa sesi peserta tidak hadir dikarenakan
waktu yang berbenturan dengan aktivitas rutin dari peserta Simpul
Demokrasi.. Sehingga muncul wacana penggantian pelaksanaan Sekolah
Demokrasi dari setiap hari sabtu dan minggu menjadi dimulai hari Jumat
dan Sabtu, namun berbagai pandangan dan usulan peserta tersebut tetap
menyepakati jadwal semula, namun diterapkan mekanisme surat ijin bila
berhalangan hadir dalam kegiatan SD. Terkait dengan materi-materi yang
sudah disampaikan , menurut peserta seringkali terjadi pengulangan
materi-materi yang sudah disampaikan terdahulu, contohnya seperti materi
tentang bentuk Negara dan bentuk pemerintahan dalam demokrasi yang
pembahasan oleh narasumber cenderung lebih banyak mengupas tema konsepsi
demokrasi yang telah dibahas pada awal-awal pertemuan SD.
Sesi hari
Minggu diawali dengan bina suasana, dan dilanjutkan dengan materi
tentang desentraliasi yang disampaikan oleh DR Mas’ud Said. Narasumber
banyak memberikan catatan-catatan perjalanan desentraliasi serta
fakta-fakta empirik perkembangan desentralisasi di Indonesia. Peserta
banyak juga merefleksikan proses perjalanan desentralisasi di Indonesia
dengan mengutarakan berbagai penyakit desentralisasi termasuk salah
satunya adalah desentralisasi korupsi.
Sekolah Demokrasi V diakhiri
dengan koordinasi untuk melakukan advokasi masyarakat dan investigasi
terkait dengan pencemaran limbah di Malang Selatan yang dipandu oleh
salah seorang peserta sekolah, M. Najib Ghoni.
Label: MATERI KELAS X